Top Bisnis Online
Trading dan Investasi
ad1
Iklan Gratis
Country International Merah 20 Batang, SPM American Blend Yang Terlahir Kembali Dari Bentoel Prima & Eratel Prima
Selamat malam,
Beberapa pembaca lama mungkin bertanya kembali, terkait mengapa saya kembali menulis. Saya bisa jawab dengan jawaban simpel, yakni Pemulihan. Ada kalanya melakukan sebuah pemulihan tidak segampang yang dikira. Namun konon cara ini bisa dicoba bagi Anda yang merasa lelah lahir dan batin, ataupun mungkin terkena dampak yang mendadak oleh pandemi ini. Cara ini bisa dicoba, tidak usah menuliskan review seperti saya. Cukup dengan menulis kegiatan harian yang konstruktif di notepad atau notes yang tersedia di handphone Anda. Doakan semoga pemulihan ini cepat selesai, dan harap maklum.
Agaknya, review kali ini sekiranya dapat menggambarkan rokok yang sejatinya merupakan merek lama. Merek yang menandai bangkitnya Bentoel Group di awal2000-an setelah lama ditinggal oleh Philip Morris International. Merek yang juga sempat digandrungi oleh masyarakat Indonesia di masa lampau. Dan merek yang sengaja dimatikan oleh pemilik baru Bentoel dengan alasan tidak sesuai alignment global. Dan pada akhirnya kembali menjadi percobaan untuk bertumpu dengan model distribusi baru.
Merek ini ialah Country, sebuah merek yang memang membuat penjualan Bentoel Group pada era Peter Sondakh meroket, hingga menembus pasar ekspor yang pada saat itu menembus Malaysia. Rokok ini dimasanya, lahir karena fasilitas Perusahaan Dagang dan Industri Tresno (anak perusahaan dari Bentoel Prima) sempat mengalami fase tidak memproduksi barang apapun.
PDIT memang terhitung cukup lama hadir di Indonesia yang pada saat itu hanya memproduksi rokok Marlboro, mungkin sejak 1980-an hingga 1990-an akhir. Dengan alasan efisiensi dan juga terkait masaalah ekspor, hubungan PMI dan Bentoel akhirnya memudar. Hal ini ditandai dengan adanya pembangunan fasilitas produksi yang dibuat PMI pada awal 2000-an. Berikut juga dengan akuisisi HM Sampoerna oleh PMI. Pada intinya, tiada sakit hati yang abadi menurut Bentoel Group disaat itu.
Setelah lama brand ini sengaja diredupkan pada masa BAT, entah kenapa semenjak Eratel Prima mulai mencatatkan diri sebagai distributor Bentoel Group pada tahun 2020 silam, sekitar 2 merek rokok SPM yang dahulu ada (Commodore dan Country) pada akhirnya diproduksi kembali dengan siasat baru. Pembentukan PT Adhitama Sejahtera Abadi yang disinyalir dimulai pada era 2019 ini seakan membuat Bentoel Prima terkesan bermain dua kaki. Sadar dirinya dimiliki oleh BAT, namun ada keinginan mengembalikan rasa khas yang disukai oleh konsumen. Dan mungkin kenapa Country hadir, tentunya bisa karena alasan tersebut.
Baiklah, setelah lama saya coba memberikan gambaran awal, mari kita review rokok ini dimulai dari harga terlebih dahulu. Untuk harga rokok ini saya beli pada angka Rp. 20.000,- yang mengacu pada SRP konsumen (harga rokok ini kadang bisa didapatkan dalam rentang Rp. 18.000-19.000, cukai Rp. 20.300,-) untuk kuantitas isi sebesar 20 batang.
Anggapan harga 1.000 per batang pada rokok ini ada benarnya, jadi sekilas memiliki value lebih dibandingkan kompetitor internal yang memiliki harga 25.000 keatas (semisal Lucky Strike atau Luckies). Untuk harga sendiri saya termasuk menganggap rokok ini agak mahal, jadi saya beri nilai 8 dari 10.
Sampoerna Philip Morris Magnum (Philip Morris Merah), SKM Full Flavor Dengan Diameter Dan Ukuran Besar Serta Rasa Khas Mantap
Selamat malam,
Pernahkah terbenak bahwa review yang dahulu saya janjikan ternyata sempat kandas karena produknya tidak berjalan dengan lancar? Pertanyaan ini menurut saya bisa menjawab kenapa pada akhirnya saya bisa membuat review dari rokok ini. Sempat terbenak dalam diri saya bahwa harapan saya mendapatkan stok segar untuk bisa diulas, dalam situasi yang seakan-akan pupus dan tanpa harapan. Mungkin paragraf selanjutnya bisa menjawab kenapa saya bisa berlaku sebagaimana demikian.
Dapur pacu untuk mengulas satu rokok, sangat diutamakan ialah stok dibawah 3-4 bulan, dalam artian semakin dekat dengan tanggal penulisan, berarti rokok tersebut memiliki intisari rasa yang sesuai dengan ekspektasi utama yang diharapkan oleh konsumen. Tugas saya hanya mengulas dan membagikan informasi, kalau saya dibilang memihak ke satu pabrik tentunya tak benar. Bahkan secara tegas saya terkadang melawan pihak yang terlalu membela satu pihak tanpa mempertimbangkan asas logika dan pemikiran rasional terkait satu rokok. Saya pada dasarnya tidak akan membela satu pihak ataupun lainnya. Harap maklum sebesar-besarnya.
Review rokok yang saya akan coba bahas pada kesempatan kali ini ialah Philip Morris Magnum. Pernahkah terbenak kenapa sampai waktu ini saya tidak berani mengulas rokok ini sama sekali? Kalau jawabannya tidak mau, tentunya benar. Namun dengan catatan yang sangat banyak. Bahkan beberapa hari yang lalu, saya tidak menemukan produk ini sama sekali, dengan asumsi terjadi penarikan besar-besaran. Lagi-lagi asumsi itu berakhir dengan kesimpulan bahwa produk ini tidak mungkin diproduksi. Hanya mukjizat yang menjawab doa saya, bahwa terhitung tadi pagi, produk ini sudah bisa ditemukan kembali dengan cukai terbaru 2021. Aneh? Iya dan saya bertanya terus menerus.
Produk ini saya ingat sekali saya dapatkan sekitar akhir Agustus 2020 lalu, dengan catatan stok yang dilempar tak jauh dari rentang 29 Juni 2020 sampai 1 Juli 2020. Ini menurut saya rentang yang tak layak untuk rokok ini diulas, mengingat saya hanya mengambil stok maksimal ialah 3 bulan untuk sekelas rokok SKM Full Flavor yang banyak sausnya. Saya jujur tidak berani membuat ulasannya disini, dan hal yang saya ingin sampaikan ialah permohonan maaf sebesar-besarnya bila rokok ini terkesan gagal diulas sebelumnya.
Cukup menarik bila kita kembali ke produk rokok ini. 12 batang, dengan diameter besar dan panjang yang lumrah ditemukan pada SKM Full Flavor. Dan cukup bisa dikatakan bahwa rokok ini tercipta dengan asumsi untuk mengisi relung celah perokok Sampoerna U Bold yang sepertinya banyak yang terpaksa pergi ke Gudang Garam International atau Surya. Banyak yang mengatakan bahwa merek Philip Morris sendiri merupakan nama pengganti dari Sampoerna U, dengan asumsi awal U Bold diubah ke Philip Morris Bold.
Mungkin kita juga pernah tahu bahwa Sampoerna A Filter diciptakan untuk mengisi celah perokok U Bold lama, namun ternyata gagal pada akhirnya. Keputusan untuk mengembalikan size Magnum dari Sampoerna (ini tidak ada kaitan secara langsung dengan 234 Magnum Filter, Magnum sendiri merupakan diameter terbesar dalam jenis sigaret dan dapat berarti jumbo) pada akhirnya dilakukan dengan tujuan untuk mengisi aspirasi dari perokok Dewasa U Bold (SES C-D, 18-35 tahun) yang sempat tidak bisa terisi karena tidak adanya produk pengganti. Anggapan ini cukup saya anggap sebagai penebus dosa terkait hilangnya Sampoerna U Bold. Harap maklum
Baiklah, daripada saya panjang lebar bercerita tanpa akhir, mari kita review rokok ini terlebih dahulu dari harga. Untuk rokok ini, tadi pagi saya membelinya dengan harga Rp. 15.000,- (cukai 2021 Rp. 20. 400 untuk kuantitas 12 batang). Harga ini menurut saya sangat aneh, terkesan tidak ada kenaikan dari harga awal rokok ini diperkenalkan pada Agustus 2020 lalu. Saya justru curiga bahwa harga ini sengaja dipasang sampai market share rokok ini mulai menyentuh angka diatas 0.1% dari volume rokok keseluruhan di Indonesia. Menurut saya, harga ini sangat murah ditengah produk SKM Full Flavor dari Sampoerna paling minim menyentuh harga 16.500 per 12 batang. Apakah ini rokok entry level? Saya berkata demikian. Untuk harga sendiri saya beri nilai 9.5 dari 10.
Kemudian kita coba review kemasan rokok ini dengan seksama
Demikian postingan saya kali ini. Bila ada pertanyaan silahkan email saya, mention atau DM saya via Twitter di @ReviewRokok, dan hubungi saya via WhatsApp di tombol diatas. Jadilah perokok yang bertanggungjawab dan tercerahkan. Sekian dan terima kasih.
Hero Casual Biru Jeans 20 Batang, SPM American Blend Style Pertama Dari STTC Dengan Tipping Paper Model Jeans
Selamat malam,
Teringat bahwa saya pernah menjanjikan satu review yang sekiranya mungkin ditunggu oleh beberapa khalayak yang ada pada Twitter saya, yakni @ReviewRokok. Meskipun tidak besar, namun saya anggap ini bisa dianggap sebagai sampel untuk menentukan review rokok ini layak dipublikasikan atau tidak. Karena memang, biasanya penentu apakah review bisa dipublikasikan atau tidak, terletak pada respon yang ada pada Twitter. Harap maklum.
Review ini juga ditulis disaat kondisi saya mendadak menurun tanpa sebab. Anggap saja bahwa memang saya tidak menulis pada masa sebelumnya dikarenakan hal ini. Namun, anggapan saya bahwa pembaca atau khalayak adalah segalanya, maka saya memutuskan untuk memaksa jalur saraf otak saya untuk bisa menulis kembali. Meskipun jangan kaget bahwa hasilnya tidak begitu maksimal. Harap maklum.
Tanpa basa-basi, saya coba membuat review produk ini dengan mungkin ada beberapa kata yang sekilas tidak sinkron diantara satu dengan lainnya. Meskipun hal ini bisa jadi perhatian pembaca, ketika mungkin ada yang janggal dalam tulisan kali ini. Review rokok yang saya coba tuliskan kali ini ialah Hero Casual. Pernah saya membahas soal rokok ini sebagaimana yang ada pada thread berikut
Baru datang (dan membeli) satu brand lama yang diremajakan dengan wujud berbeda
— Review Rokok (@ReviewRokok) March 4, 2021
Hero Casual, produk peremajaan terbaru dari Hero. Merek rokok lama yang dimiliki STTC. Ada satu varian SPM (Biru Jeans) dan dua varian SKM (putih dan hitam)
Saya kebetulan punya Hero versi lama 😅 pic.twitter.com/fds7A9o9XT
Sekiranya pada kesempatan kali ini, saya akan mencoba mereview varian utama dari rokok ini. Varian biru jeans yang pada kali ini kita coba belah satu persatu bagaimana aspek keseluruhan dari rokok ini. Ada hal yang mendasari kenapa rokok ini bisa saya review dan kenapa saya dahulukan varian biru jeans terlebih dahulu.
Bila dikaji lebih jauh, Hero merupakan brand lama dari STTC yang penjualannya hanya bisa didapatkan di wilayah Sumatera (untuk mempermudah gambaran soal embrio utama Hero Casual, bisa dicek keyword "Rokok Hero Filter English Blend"). Entah mengapa, STTC melakukan perombakan dari embrio rokok ini, dengan mengusung blend berbeda dan fisik yang tentunya jauh berbeda.
Rokok ini dipromosikan dengan semacam hashtag yakni #SantaiTapiBerisi, dengan dukungan kuat terletak pada TikTok (menurut saya termasuk nekat disatu sisi, tapi okelah), dan Instagram. Jalur yang menurut saya tidak lazim ini seakan menandakan bahwa STTC di satu sisi ingin berubah secara total, baik secara produk maupun promosi. Penjabaran Santai Tapi Berisi dapat dilihat pada rasa yang santai untuk dihisap (bisa juga menggunakan frase ringan) namun memiliki tarikan yang memang solid dan kuar (dapat diartikan bahwa frase berisi menjabarkan sensasi rasa bawaan dari rokok ini).
Anggapan ini nanti saya coba buktikan kembali (setelah melakukan test individu terkait rokok ini di pertama kali membeli dan mencoba) nanti saat saya mencoba untuk menjabarkan teknis dari rasa rokok ini. Hal pertama yang sudah menjadi pola dari review rokok ini ialah, dimulai dari harga terlebih dahulu.
Harga rokok ini saat saya membeli sekitar Rp. 25.000,- (memang secara resmi rokok ini dijual dengan harga Rp. 26.000,-, cukai golongan IIA Rp. 29.725,-) dengan kuantitas sebesar 20 batang. Menurut saya, harga rokok ini sekilas diatas produk STTC yang secara umum bermain dibawah harga SPM umumnya (anggap saja ketika rokok lain berharga 25.000, produk STTC berada pada rentang maksimum 22.000). Termasuk mahal, namun sesuai apabila ingin melawan Luckies atau Camel. Untuk harga sendiri saya beri nilai 5.5 dari 10.
Kemudian kita coba review kemasannya dengan seksama
Gudang Garam Taman Sriwedari 12 (Varian Lurik), SKT King Size Dengan Sentuhan Rasa Dan Aroma Klasik Serta Khas
Selamat malam,
Pembaca mungkin bertanya dan juga sekilas mengamati mengapa saya terkesan on-off dalam menulis? Bisa saya jawab dengan satu pernyataan yang bisa menggambarkan sekilas. Ayunan. Saya sudah memberikan pernyataan itu, dan mungkin Anda bisa mengkaji lebih jauh sebab musabab kenapa saya hidup layaknya ayunan yang tak berhenti dan tidak diam dari posisi sebelumnya. Harap maklum sebesar-besarnya.
Menulis merupakan satu hobi saya ketika ayunan tersebut mulai menetap dari posisi semula. Bila saya menuliskan apapun yang ada di blog ini, ada dua klarifikasi yang akan jelaskan sebelum saya membuat review atau ulasan dari rokok ini. Pertama ialah beberapa waktu silam, ayunan saya seakan lebih buruk bila dibandingkan dengan kondisi sebelumnya. Kedua, untuk membuat ayunan tersebut berhenti secara total, butuh waktu yang terkesan lama dan tidak bisa diprediksi.
Untuk review kali ini, saya akan mencoba menuliskan beberapa permintaan pembaca yang menginginkan rokok ini dibahas. Anggap saja ini penebusan dosa pertama saya sebelum saya mencoba menebus dosa lain yang sudah saya janjikan sebelumnya. Rokok ini diberi nama Taman Sriwedari, atau biasa ketika membeli rokok ini cukup menyebutkan sebagai "Sriwedari" saja. Rokok ini merupakan salah satu produk klasik pada ranah Kretek Tangan yang berhasil bertahan ditengah persaingan SKT yang semakin besar. Entah kenapa, saya masih mermpertanyakan alasan utama mengapa Gudang Garam mempertahankan brand yang termasuk tua bagi Gudang Garam. Jimat? Mungkin saja.
Taman Sriwedari sendiri mempunyai dua varian, pertama ialah Taman Sriwedari Lurik seperti yang umumnya kita semua kenal. Kedua ialah Taman Sriwedari Lurik Biru, varian yang paling jarang saya temukan dan dibahas dengan seksama. Yang saya tangkap sekilas, perbedaan jelas antara Lurik yang saya bahas kali ini dengan Lurik Biru, mungkin terletak pada kemasan dan ukuran batang. Ukuran batang pada Lurik Biru jauh lebih pendek (Anggap saja sebagai Regular Size), sedang pada batang rokok ini menggunakan model King Size yang sering ditemukan pada rokok SKT di Indonesia secara umum.
Tanpa basa-basi, mari kita review rokok ini dimulai terlebih dahulu dari harga. Harga saya membeli rokok ini sekitar Rp. 12.000,- (cukai 2021 golongan I sebesar Rp. 12.200,-) dengan kuantitas isi 12 batang. Untuk harga dengan patokan konteks saat ini, mungkin bisa dibilang salah satu produk Kretek yang terjangkau dari Gudang Garam. Untuk harga sendiri saya akan memberi nilai 9.5 dari 10.
Kemudian kita coba review kemasan rokok ini dengan seksama
Marlboro Advance 12's (Marlboro 12 Batang), SKM LTLN Pertama Dengan Rasa Khas American Blend dan Minim Cengkeh
Selamat malam,
Beberapa dari pembaca terus terang sering bertanya kenapa review yang dibuat pada dasarnya hanya bergerak pada post rokok berbau mainstream saja? Saya coba menjawab dengan alasan normatif dan mungkin seakan tidak bisa masuk diakal. Informasi terkait rokok mainstream yang beredar memang pada dasarnya terbatas karena regulasi, oleh karena itu dengan maksud yang sangat baik, maka saya sejauh ini memang memfokuskan diri kepada rokok mainstream yang sekiranya akan mencapai potensi besar untuk diberikan informasi. Meski saya tidak menutup kemungkinan banyak juga rokok non mainstream bisa saya review, akan tetapi rokok tersebut hanya bergerak pada segmentasi daerah tertentu.
Jadi mohon maaf apabila memang terkesan subjektif dan terkesan tidak bermain pada rokok non mainstream secara mendalam. Bukan karena apa-apa, aliran informasi yang mudah dikenal akan jauh bisa menjadi bahan perbincangan bersama dibandingkan non mainstream. Intinya saya tak menutup pintu terkait rokok non mainstream, namun klarifikasi ini bisa membantu pembaca yang bertanya soal hal tersebut. Harap maklum sebesar-besarnya
Review kali ini sekiranya sudah mudah untuk ditebak dari judul. Kali ini saya coba mengulas soal Marlboro Advance 12's SKM. Sebuah produk yang saya katakan merupakan SKM dengan sensasi kental SPM dan terkesan bukanlah rokok 12 batang yang umum ditemui di pasaran. Mungkin banyak bertanya sebenarnya kenapa saya bisa berkata demikian dan ketika Anda mencoba, Anda akan bingung layaknya saya ketika mendengar info yang asing ini pada Februari lalu. Awalnya saya menganggap produk ini hanya versi terbaru dari Marlboro Mild Black yang sudah lama dihentikan penjualannya. Ketika info lain ini saya dapatkan dengan catatan kandungan cengkeh super minim, saya pada akhirnya ragu bahwa apa ini sebenarnya jenis rokok baru atau bagaimana.
Mungkin bentuk kutipan ini sekilas merupakan pertanyaan yang mendasar:
"Kalau memang produk ini bukanlah bentuk baru dari Marlboro Mild Black, lalu sebenarnya apa yang mendasari produk ini dijual?"
"Siasat memperkenalkan Marlboro Merah yang menjadi andalan warga Dunia kepada user SKM di Indonesia?"
Pertanyaan ini secara jujur sangat aneh ketika sebuah stimulus ini pada akhirnya beredar di Grup WhatsApp Review Rokok. Stimulus ini mendasari mengapa saya bertanya sedalam itu terkait hasil entitas rasa terbaru dari Marlboro ini. Ketika mungkin saya berusaha mencari tahu sejak Februari itu di salah satu Modern Trade, mereka menjawab nihil dan terus menerus pada kondisi nihil. Sampai ada kabar bahwa Maret ini menjadi titik akhir pencarian jawaban tak berasal ini.
Salah satu kerabat mengabarkan bahwa produk ini mulai dijual pada awal bulan ini dan memang awalnya saya ragu ketika kabar baik itu akhirnya datang. Mungkin pada hari ini, 3 Maret 2021 merupakan awal dimana keraguan saya mulai terjawab. Produk ini memang awalnya hampir tidak diketahui kasir, hingga akhirnya ketika saya menyebut "Marlboro Merah Kecil (12)", mereka langsung terjaga mendadak dan mencari produk yang pada kenyataannya sudah masuk sistem. Dan pembelian akhirnya bisa dilakukan, sehingga saya bisa membeli produk ini.
Pada kenyataannya, Marlboro Advance 12 ini bukanlah produk SKM yang nyata dan tidak dalam masuk entitas varian dari SKM pada umumnya. Hasil temu rasa dan temu aneh yang didasari peningkatan cukai ini membuat saya menduga produk ini diciptakan untuk menjangkau pengguna SKM yang memang menjadi mayoritas di Indonesia, dengan penambahan satu komponen yang memang bisa membuat penggolongan pita cukai dan komunikasi produk menjadi berubah. Yakni penambahan cengkeh. Cengkeh pada produk ini memiki kadar rentang 3-5% dari seluruh bobot batang rokok ini. Angka ini bisa menurun menjadi 0% untuk beberapa kasus, karena rajangan cengkeh tidak pernah dalam wujud macro-grinding, melainkan micro-grinding dengan mesin pencacah yang diimpor dari Eropa.
Dengan tanpa adanya saus (melainkan flavoring, konteks di Indonesia menganggap saus merupakan bumbu yang nyata khasnya dan membuat aroma menjadi berbeda) dan kandungan cengkeh sangat minim sesuai angka yang saya jabarkan di paragraf sebelumnya, Marlboro Advance lebih layak disebut sebagai SPM look-a-like, bila mengacu dengan takaran dan rasa yang sangat asing untuk SKM. Meski memang tak masuk diakal, produk ini terkesan lembut bila pengguna SKM ini mencoba, dan pengguna SPM akan jauh lebih santai untuk menghisap rokok ini, tanpa memikirkan soal harga.
Dengan status komunikasinya yang mengatakan produk ini sebagai "New Innovative Smooth Taste", Marlboro ingin memberitahu ada "perkawinan" yang prinsip pihak dominan sangat besar namun memiliki karakter rasa halus sesuai yang diinginkan baik user SPM ataupun SKM. Hasil penyilangan ini memang menjadi dominan pada satu pihak, namun penambahan cengkeh ini tidak hanya didasarkan prinsip normatif, akan tetapi substansial dalam menurunkan tingkat harshness dan throat hit. Sehingga mungkin produk ini bisa menjawab soal kelemahan SPM yang membuat orang enggan mencoba SPM atau rokok putih ini. Terlebih Marlboro memang kental dengan citra rasa tajam dan kuat, yang pada akhirnya produk dengan dugaan pengembangan diatas 3 tahun ini bisa dikeluarkan dan dijual.
Baiklah itu penjabaran terkait dengan bagaimana rokok ini bisa tercipta dan kemungkinan terbesar alasan pengembangan dari rokok ini. Mari kita review rokok ini dimulai dari harga terlebih dahulu. Untuk harga sendiri saya tadi siang membelinya dengan harga Rp. 17.500,- (cukai 2021 golongan I sebesar Rp. 20.400,-) dengan kuantitas isi 12 batang. Secara angka memang terhitung baik untuk disimak dan dicoba. Untuk harga sendiri saya beri nilai 8.2 dari 10
Kemudian kita coba lihat kemasannya dengan seksama
Tidak ada komentar :
Posting Komentar
Leave A Comment...